Minggu, 21 November 2010

kekafiran pembuat undang-undang selain dengan undang-undang Alloh

Fatwa Syaikh Hamud Bin Uqola tentang Kekafiran Penguasa dan Pembuat Undang-Undang Positif
Syaikh Hamud Bin Uqola
Fadhilah Syaikh Hamud bin Abdullah Uqala Asy-Syua'ibi Hafizhahullah
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuhu.
Pada masa sekarang ini, di dunia Islam, baik itu di Arab maupun selainnya telah banyak orang yang bersandar kepada hukum positif, sebagai pengganti dari hukum (syari'at) Allah, bagaimanakah hukum bagi para penguasa seperti itu? Kami memohon jawaban jawaban yang memuaskan dengan dalil-dalil syar'iyah dari Al-Qur'an dan As-sunnah dan pendapat-pendapat para ulama.
Jawab:
Segala puji bagi Allah,shalawat dan salam atas seutama-utama para Nabi dan Rasul, nabi kita Muhammad s.a.w, dan para sahabatnya, semuanyamien.
Sesungguhnya Allah Subhaanahu Wa-Ta'ala, ketika mengutus nabi-Nya Muhammad s.a.w, dengan membawa dien yang lurus ini, yang mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya, padahal manusia di waktu itu berada dalam kegelapan berupa kejahilan dan kesesatan,mereka tenggelam dalam lautan Khurafat dan taqlid membabi buta, yang semua itu merupakan warisan dari nenek-moyang terdahulu, dalam seluruh urusan mereka, dalam masalah aqidah dan ibadah, dan keputusan dan mahkamah, maka semua itu didasarkan atas kesyirikan terhadap Allah Subhaanahu Wa-Ta'ala. Mereka menjadikan pohon-pohon dan bebatuan, malaikat, jin dan manusia, serta yang lainnya sebagai tandingan selain Allah. Manusia di kala itu mendekatkan diri kepada apa yang telah disebutkan tadi dengan perbuatan yang perbuatan tersebut tidak patut dilakukan kepada selain Allah, misalnya penyembelihan, nadzar dan lainnya.
Adapun mengenai hukum-hukum dan ketetapan, maka tidak kurang kesesatan dan kerusakan mereka dari kesesatan dalam beribadah. Mereka mempercayakan urusan mereka kepada Thaghut-thagut, dukun-dukun dan tukang ramal. Mereka menjadikan semua itu sebagai tempat berwali sesama manusia, dalam seluruh masalah yang timbul di antara mereka, baik dalam masalah harta benda,darah,masalah seksual dan selainnya.
Mereka mengisi setiap aspek kehidupannya dengan hukum-hukum para thaghut itu. Jika suatu hukum telah ditetapkan,maka hukum itu tidak terbantahkan, berlaku mutlak, tidak berlaku kritik, tidak peduli apakah yang menetapkan itu jahat lagi Zhalim. Ketika Allah mengutus Muhammad s.a.w dengan membawa syari'at yang suci ini, maka syari'at tersebut menghapuskan adat kaum musyrikin,taqlid dan segala bentuk penetapan hukum. Jadilah ibadah hanya ditujukan kepada Allah s.w.t semata-mata, hukum-hukum dan ketetapan dibatasi hanya kepada Syari'at Allah:
Firman Allah:
"Sesungguhnya hukum itu milik Allah, Dia memerintakan agar kamu tidak beribadah kecuali hanya kepada-Nya (Ayat). Firman-Nya :"sesungguhnya hukum itu hanya milik Allah" menunjukkan pembatasan hukum hanya kepada syariat Allah, dan firman-Nya :"Dan Janganlah kamu beribadah kecuali hanya kepada-Nya" menunjukkan bahwa Allah s.w.t membatasi Ibadah yang dilakukan oleh manusia hanya kepada Allah s.w.t saja, dengan sebaik-baik cara pembatasan, ini merupakan an-nafyu (peniadaan) dan Al-itsna (pengecualian), maksudnya: Dilarang beribadah, kecuali hanya kepada Allah.
Sesungguhnya mereka yang mempelajari Kitabullah, akan mendapati banyak ayat yang menunjukkan wajibnya berhukum kepada apa yang Allah turunkan, yang merupakan syari'at yang suci, kepada Nabi Muhammad s.a.w:
1.Firman Allah, artinya : "Dan barangsiapa tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir"
Ayat suci ini merupakan nash tentang kafirnya barangsiapa berpaling dari hukum Allah dan Rasul-Nya kepada selainnya.
Orang-orang bodoh dari kalangan murjiah modern memalingkan pengertian ayat tentang kafirnya penguasa (hakim) yang menghukumi dengan hukum selain apa yang diturunkan oleh Allah ini, mereka mengatakan: Ayat ini diturunkan kepada Yahudi, hukum dalam ayat itu tidak mencakup diri kita.
Ini menunjukkan kejahilan mereka dengan kaedah usul, yang diletakkan oleh para ulama tafsir, ulama hadits dan ulama ushul fiqih, yaitu, bahwa 'Al-Ibrah Bi-'Umuumil Lafzhi, Laa Bikhushuusis Sabab" ( Pengambilan pelajaran/ibrah itu berdasarkan keumuman lafal, bukan berdasarkan sebab khusus turunnya ayat), jika suatu hukum telah turun dengan sebab tertentu, maka ayat itu tidak hanya terbatas terhadap sebab turunnya, bahkan ayat tersebut meliputi dan mencakup terhadap siapa saja yang termasuk dalam kata 'Barangsiapa'. Maka kata 'Barangsiapa' dalam ayat tersebut dalam sighah (bentuk) umum, sehingga hukumnya tidak terbatas pada sebab turunnya ayat berkenaan, kecuali jika ada keterangan lain dari syari'at yang menerangkan kekhususan ayat tersebut. Misalnya dalam sabda Rasulullah s.a.w, ketika salah seorang sahabat radhiyallaahu 'anhu bertanya: Wahai rasulullah, sesungguhnya aku lebih suka berqurban dengan anak kambing betina daripada anak kambing jantan, bolehkah begitu wahai Rasulullah? Lalu beliau s.a.w menjawab: dibolehkan hanya untukmu, akan tetapi tidak boleh untuk seseorangpun setelah kamu"
Dan mereka (yaitu Murji-ah) berkata pula: "Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.anhuma, bahwasanya ia ditanya tentang tafsir ayat : "Dan barangsiapa tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, maka mereka itu termasuk orang-orang yang kafir", lalu ibnu Abbas berkata: Kufrun Duuna Kufrin, dan dalam riwayat lain: bukan kafir sebagaimana mereka maksudkan.
Jawaban untuk masalah ini ialah kami katakan bahwa: Hisyam bin Hujair, meriwayatkan atsar ini dari Thaawus dari Ibnu Abbas. Pembicaraan tentang ini terjadi sebelum adanya imam-imam hadits seperti Imam Ahmad, Yahya bin Ma'in selain mereka berdua. Terdapat riwayat lain yang bertentangan dengan hadits dari Thawus ini, dimana riwayat tersebut lebih kuat, yang datang dari Abdullah bin Thawus. Ia (Abdullah bin Thawus) meriwayatkan dari ayahnya (dari Thawus) bahwa Ibnu Abbas, ketika ditanya tentang tafsir ini Ia menjawab: yang dimaksud adalah kafir!.
2- Firman Allah: "Maka demi Rabb (Tuhan) mu, tidak dikatakan beriman sehingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai pemutus hukum terhadap masalah yang ada di antara mereka, kemudian tidak terdapat dalam hati mereka keberatan terhadap apa yang kamu putuskan, dan mereka berserah diri sepenuh-penuh penyerahan" ( An-nisa:65)
Ayat ini menjelaskan tentang tidak adanya Iman terhadap siapa yang tidak menghukumi dengan syariat Allah, karena Allah bersumpah di dalamnya, bahwa seseorang tidak ada imannya sampai di dalam dirinya terdapat Tiga sifat sebagai berikut:
1.       Berhukum kepada syari'at Allah.
2.       Tidak terdapat rasa berat dalam dirinya dalam hal tersebut, bahkan ia ridha dengan hukum Allah.
3.       Ia berserah diri sepenuhnya kepada hukum Allah dan ridha dengannya.
Kaum Murjiah itu, disamping memalingkan pengertian ayat tentang kafirnya penguasa yang berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan, mereka juga memalingkan ayat yang menunjukkan tidak adanya Iman bagi mereka yang tidak berhukum dengan selain hukum Allah. Mereka katakan: yang dimaksud penafian (peniadaan) iman dalam ayat tersebut adalah tidak adanya kesempurnaan Iman, bukan peniadaan dalam arti yang sebenarnya. Orang-orang bodoh itu tidak mengerti bahwa asal kalimat dalam bahasa Arab itu adalah arti yang sebenarnya, tidak dapat dipalingkan kepada pengertian Majaaz (kiasan), kecuali jika ada dalil lain yang wajib memalingkan dari pengertian asal yang jelas kepada pengertian yang lain. Maka dalam konteks ayat diatas, dalil apa, dan qariinah (dalil pembanding) apa yang mengharuskan memalingkan arti asal ini yang menyebutkan tiadanya Iman kepada 'tiadanya kesempurnaan Iman' ?
3.Firman Allah : "Tidakkah engkau perhatikan orang-orang yang menyangka bahwa mereka beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan apa-apa yang diturunkan sebelum kamu. Mereka hendak berhukum kepada Thaghut, padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thaghut. Syaitan hendak menyesatkan mereka dengan kesesatan yang jauh. Dan jika dikatakan kepada mereka marilah berhukum kepada apa yang Allah turunkan dan kepada Rasulullah, maka kalian lihat orang-orang munafiq itu menghalangi manusia dengan sekuat-kuatnya dari mendekati kamu " (An-Nisa (4):60-61)
Ayat yang mulia ini menerangkan bahwa barangsiapa berhakim kepada Thaaghuut, atau menghukumi dengan hukum thaghut, maka telah hilang iman dari dirinya, dengan dalil firman Allah "Mereka menyangka beriman", artinya jika mereka masih terhitung sebagai orang-orang beriman, tentulah tidak disebutkan "mereka menyangka mereka beriman", ketika Allah menggambarkan mereka dengan kalimat "Mereka menyangka mereka beriman", berarti menunjukkan bahwa keimanan mereka terhadap Allah telah hilang dalam arti yang sebenarnya. Sebagaimana dalam firman Allah Ta'ala "Padahal mereka telah diperintahkan untuk mengkafiri (mengingkari)nya. Dan syaitan hendak menyesatkan mereka dengan penyesatan yang jauh",ini pun merupakan dalil bahwa iman telah hilang dari diri mereka. Akan semakin jelas kafirnya orang yang berhukum kepada Thaghut, atau menghukumi dengan hukum thagut dengan memahami sebab turunnya ayat tersebut; para mufasirin menyebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah, bahwa suatu ketika terjadi sengketa antara Yahudi dan non Yahudi. Yahudi itu berkata: "Kita angkat masalah ini kepada Rasulullah" tapi yang bukan Yahudi itu malah berkata: "Kita adukan saja masalah ini kepada Ka'ab Al-Asyraf Al-Yahuudi", maka turunlah ayat ini.
Asy-Sya'abi berkata, terdapat sengketa antara seorang dari kalangan munafiqin dan seorang Yahudi, si Yahudi ini berkata; Kita angkat masalah ini kepada Nabi Muhammad, karena dia tahu bahwa Nabi Muhammad s.a.w tidak mungkin menerima risywah (suap),tapi si munafiqin malah berkata: "Kita berhukum saja kepada Yahudi, karena dia tahu bahwa Yahudi mau menerima suap, lalu mereka berdua sepakat untuk mendatangi seorang dukun di Juhainah, dan mereka berdua berhukum kepadanya, lalu turunlah ayat.."Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menyangka. Atsar ini datang dari Asy-Sya'bi, jikalaupun di dalamnya terdapat kelemahan, akan tetapi syahid (saksi) yang berbeda-beda yang memperkuat kedudukannya. Diantara kesaksian hadits yang menyebabkan turunnya ayat ini ialah bahwa Umar bin Khaththab r.a membunuh lelaki yang tidak ridha dengan keputusan Nabi Muhammad s.a.w. Jikalah orang itu tidak murtad, tentu saja Umar bin Khaththab r.a tidak membunuhnya.
Sebagaimana diriwayatkan dari Urwah bin Zubair, bahwa dia berkata: Dua orang lelaki bersengketa dan mengangkat masalah mereka kepada Rasulullah s.a.w.Lalu beliau memenangkan perkara salah satu diantara mereka. Lelaki yang kalah dalam perkara itu berkata : "Kami adukan masalah ini kepada Umar r.a, lalu Rasulullah s.a.w bersabda: "Ya. Berangkatlah kalian kepada Umar" keduanya lalu berangkat dan mendatangi Umar. Lelaki yang menang dalam perkara itu berkata: "Wahai Ibnul Khaththab; Sesungguhnya Rasulullah s.a.w memenangkan perkaraku, tapi dia ini (lawan perkaranya) berkata: 'kita adukan saja masalah in kepada anda" Lalu rasulullah mengembalikan perkara ini kepada anda, Umar lalu bertanya kepada lelaki yang kalah berperkara : "Apa betul demikian?", "Ya', jawab lelaki itu. Umar berkata: "Tetaplah kalian di tempat masing-masing, sampai aku kembali dan menetapkan urusan kalian berdua" Ia lalu keluar dengan membawa pedang terhunus, dan memenggal orang yang berkata :"Kita adukan saja kepada Umar"
Jalan cerita yang berbeda dalam kisah diatas tidak mempengaruhi kepastian hal tersebut, karena berbilangnya riwayat mengenai itu. Sebagaimana dalam firman Allah Ta'ala : Dan apabila dikatakan kepada mereka ;"Marilah kepada apa yang Allah turunkan dan kepada Rasul, kalian akan lihat orang-orang Munafiq itu menghalangi manusia dengan sekuat-kuat halangan dari padamu" menunjukkan bahwa orang-orang yang menghalangi dari hukum Allah dan Rasul-Nya dan berpaling daripadanya lalu berhukum dengan hukum selainnya, maka dia adalah Munafiq, dan munafiq -dalam konteks ini- adalah kafir.
Sebagaimana orang yang berhukum kepada undang-undang positif adalah kafir, seperti telah disebutkan terdahulu, maka mereka yang membuat undang-undang dan menetapkan dengannya adalah termasuk kafir juga. Karena dengan pembuatan syari'at dan penetapan undang-undang untuk manusia, berarti dia telah menjadi sekutu bagi Allah S.W.T dalam masalah pensyariatan. Firman Allah: Apakah mereka memiliki tandingan-tandingan yang membuat undang-undang buat mereka dalam masalah dien (agama) dengan apa yang tidak mendapat izin dari Allah?". Firman Allah yang lainnya: "Dan tidaklah ia patut memiliki satupun sekutu dalam masalah hukum". Firman Allah yang lainnya: "Mereka menjadikan pendeta-pendeta mereka dan rahib-rahib mereka sebagai Arbab (tuhan-tuhan) selain Allah" Ketika Adi bin Hatim mendengar ayat ini, ia berkata : 'Ya Rasulullah, sesungguhnya kami tidak menyembah mereka" Rasulullah s.a.w lalu menjawab: "Bukankah mereka mengharamkan apa yang Allah halalkan lalu kamupun ikut mengharamkannya, dan bukankah mereka menghalalkan apa yang Allah haramkan lalu kamupun ikut menghalalkannya?" "Betul", jawa Adi bin Hatim, lalu Rasulullah s.a.w bersabda: "Itulah bentuk penyembahan/peribadatan mereka"
Teranglah dari ayat suci dan hadits tentang Adi bin Hatim, bahwa At-Tahlil (penghalalan) dan At-Tahrim (pengharaman) dan tasyri' (pensyariatan) adalah merupakan kekhususan bagi Allah s.w.t, maka barangsiapa menghalalkan atau mengharamkan atau mensyariatkan apa-apa yang menyalahi syari'at Allah, berarti dia telah menjadi sekutu bagi Allah dalam kekhususannya .
Dari ayat-ayat terdahulu dan komentar kami tentangnya, jelaslah bahwa barangsiapa yang berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan dan berpaling dari syari'at Allah dan hukum-Nya, maka dia kafir terhadap Allah yang Maha Agung, dia telah keluar dari Islam. Demikian juga orang-orang yang semisal itu, yang membuat UU positif bagi manusia, karena sesungguhnya jika dia tidak ridha terhadapnya tentulah dia tidak akan berhukum dengannya. Banyak dari kalangan penguasa yang memiliki 'kepentingan' tertentu yang 'menomorsekiankan' hukum Allah dan berusaha merubah hukum,atau malah membuangnya.
Jika kita katakan bahwa mereka ,para penguasa itu ,tidak membuat hukum dan tidak membuat syari'at untuk bangsa mereka, lalu siapakah yang menetapkan kewajiban kepada rakyat supaya komitmen dengan hukum tersebut dan sekaligus mengenakan sanksi terhadap orang yang menyelisihinya?
Ini tidak jauh berbeda, persis sebagaimana keadaan Tartar, dimana Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim rahimahumaallaahu menukil ijma' bahwa mereka adalah kafir. Bangsa Tartar tidak membuat dan menetapkan syari'at Ilyasiq, tetapi yang membuatnya adalah salah seorang dari penguasa mereka, yaitu Jengis Khan, maka keadaan penguasa hari ini, sama dengan keadaan penguasa di masa Tartar.
Karena itu, semakin jelas bahwa pelaksana hukum selain apa yang Allah turunkan menjadi kafir dengan sebab:
1.       Sebab pertama, dari sisi tasyri' (pensyariatan), jika dia membuat syari'at.
2.       Kedua, dari segi hukum, jika dia berhukum.
Diatas telah disebutkan nash-nash yang menunjukkan kafirnya orang yang menghukumi dengan undang-undang positif (undang-undang buatan manusia). Sekarang akan saya sebutkan pendapat para ulama tentang kafirnya orang-orang yang menghukumi dengan uu positif:
Pertama: Syaikhul Islam Taqiyuddin Ibnu Taimiyah, sebagaimana disebutkan dalam Al-Fatawa 3/267
Ketika seseorang menghalalkan apa yang menurut Ijma adalah haram, dan sebaliknya mengharamkan apa yang menurut ijma adalah halal, atau mengganti syari'at yang telah ijma' akan kebenarannya, maka orang tersebut telah kafir berdasarkan kesepakatan para fuqaha (ahli fiqih)
Dia berkata pula dalam Al-Fatawa 35/372:
Ketika seorang alim meninggalkan apa yang telah diketahuinya dari kitabullah dan sunnah rasul-Nya dan mengikuti hukum penguasa yang menyalahi hukum Allah dan rasul-Nya, maka ketika itulah dia murtad dan kafir, ia layak dihukum di dunia dan akhirat.
Kedua : Ibnu Katsir berkata dalam Al-Bidayah wan-Nihayah 13/119:
Barangsiapa meninggalkan syariat yang telah mantap yang diturunkan kepada nabi Muhammad, penutup para nabi, alaihis Sholaatu was Salaam, dan berhukum kepada selainnya, yaitu syari'at yang telah terhapus (hukum kafir), maka dia kafir. Lalu bagaimana dengan orang yang berhukum kepada hukum Ilyasiq dan lebih mendahulukannya daripada hukum Islam? Barangsiapa melakukan hal tersebut, maka dia telah kafir berdasarkan Ijma' kaum Muslimin.
Ketiga : Berkata syaikh kami, Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syanqithi rahimahullah, setelah ia menyebut nash-nash yang menunjukkan kafirnya orang-orang yang menghukumi dengan hukum buatan manusia (hukum positif):
Dengan nash-nash samawiyah (yang diturunkan dari langit, Alqur'an) yang telah kita sebutkan, akan nampak sejelas-jelasnya bahwa orang-orang yang mengikuti undang-undang buatan manusia yang telah disyariatkan oleh Syaitan di atas lidah-lidah wali-wali syaitan, yang semua itu menyelisihi apa yang telah disyariatkan oleh Allah Jalla Wa Alaa' di atas lisan Rasul-Nya ShallaLlaahu 'Alaihi Wasallam, maka tidak diragukan lagi tentang kekafiran dan kesyirikan mereka,(hal ini dapat diketahui oleh semua orang) kecuali bagi orang yang telah Allah tutup dan butakan penglihatannya dari melihat cahaya wahyu.
Keempat : Syaikh kammi, Muhammad bin Ibrahim Aalu Syaikh dalam komentarnya terhadap firman Allah: "Maka demi Rabbmu, tidak beriman (An-Nisa:65), ia berkata: Allah S.W.T telah menganggap tidak ada iman bagi siapa yang tidak berhukum kepada Nabi s.a.w dalam masalah yang timbul diantara mereka, ini suatu penafian muakkad (tegas) dengan mengulangi aadatun nafiy dengan sumpah. Demikian yang dikatakan olehnya rahimahullah, dalam ta'liqnya mengenai ayat ini.
Saya sendiri menghadiri halaqahnya, rahimahullah, selama bertahun-tahun. Saya mendengarnya berkali-kali, lebih dari sekali, ia sangat menekankan benar masalah ini, beliau menjelaskan tentang kafirnya siapa yang berhukum kepada selain syariat Allah, sebagaimana ia jelaskan dalam risalah Tahkiimul Qawaaniin .
Kelima : Syaikh kami, syaikh Abdul Azin bin Bazz Rahimahullah, dalam risalahnya : Naqadah Al-Qaumiyah Al-Arabiyah hal 39 menyebutkan tentang siapa yang menjadikan hukum yang menyelisihi Al-Qur'an ,maka ini adalah kerusakan yang besar, dan merupakan kekafiran yang nyata, murtad secara terang-terangan, sebagaimana firman Allah: ""Maka demi Rabb (Tuhan) mu, tidak dikatakan beriman sehingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai pemutus hukum terhadap masalah yang ada di antara mereka, kemudian tidak terdapat dalam hati mereka keberatan terhadap apa yang kamu putuskan, dan mereka berserah diri sepenuh-penuh penyerahan" ( An-nisa:65) dan firman Allah: 'Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada hukum Allah, bagi orang-orang yang yakin..sampai kepada kata-kata: dan setiap negara yang tidak berhukum dengan hukum Allah, dan tidak menyerahkan urusan kepada hukum Allah, maka negara tersebut adalah negara Jahiliyah, Kafir, Zhalim fasiq sesuai dengan nash ayat muhkamat (tegas) ini, wajib bagi orang Islam untuk membencinya dan memusuhiny Karena Allah, dan haram bagi kaum Muslimin memberikan wala (lebih luas dari sekedar loyalitas) dan menyukainya, sampai negeri itu beriman kepada Allah Yang Maha Esa, dan berhukum dengan syariat-Nya. Selesai
Apa yang telah saya sebutkan dari nash-nash dan pendapat para ulama, cukup kiranya untuk menjelaskan bahwa melaksanakan hukum positif adalah kafir. Dan menetapkan uu positif sebagai hukum adalah kafir kepada Allah Yang Maha Agung. Sekiranya saya nukil lagi pendapat-pendapat para ulama ummat ini dan imam-imamnya dalam bab ini, niscaya akan panjang lagi pembicaraannya. Semoga jawaban ini mencukupi bagi penanya. Dan shalawat ata nabi kita Muhammad dan keluarganya, dan sahabatnya semua.
Didiktekan oleh A.Hamud Bin Uqala Asy-Syu'aibi.
10/2/1422 H

siapakah jundu ansorulloh?????

advertisement
GAZA (Arrahmah.com) - Baru beberapa hari mendeklarasikan Imarah Islam di Gaza (14/8), kelompok jihad Jundu Ansarullah (Tentara penolong Allah) seakan menjadi musuh baru bagi Hamas yang kini memegang kendali otoritas di wilayah Gaza. Pada hari itu juga polisi dan tentara Hamas menyerang masjid yang digunakan oleh Jundu Ansarullah dan para simpatisannya saat mendeklarasikan Imarah Islam Gaza.
Deklarasi Imarah Islam di Gaza yang dilakukan Jundu Ansarullah melalui amirnya Syekh Abde-Latief Al-Mousa (Abu Noor al-Maqdisi) Rahimahullah dianggap menentang hukum yang berlaku oleh Hamas dan Hamas menyatakan bahwa kelompok ini adalah kelompok "pengganggu" yang hanya akan memperlambat proses perdamaian di Palestina.
Berikut adalah beberapa fakta mengenai kelompok Jundu Ansarullah :
1.  Jundu Ansarullah mengumumkan secara resmi organisasi mereka di wilayah Gaza beberapa bulan lalu setelah sekitar 3 mujahidnya syahid    (Insha Allah) dalam sebuah penyerangan di perbatasan Israel.
2.  Jundu Ansarullah mengecam dan mengkritisi gerakan Hamas karena kegagalannya menerapkan syariat Islam secara total di Gaza, juga sikap komprominya terhadap demokrasi.
3.  Sedikit yang mengetahui kemampuan militer dan kepopuleran kelompok Jundu Ansharullah, karena kelompok ini memang baru dideklarasikan. Sekitar 100 orang pejuang mereka yang mengenakan penutup muka, mendengarkan khutbah Jumat amir mereka di sebuah masjid di Gaza. Banyak dari mereka menggunakan pakaian ala Pakistan atau Afghanistan, dengan rambut agak panjang yang mereka yakini meniru rambut nabi Muhammad SAW.
4.  Jundu Ansarullah merupakan kelompok jihad pro-Al-Qaeda yang memiliki cita-cita menegakkan syariat Islam secara total, tak hanya di Palestina juga diseluruh negeri kaum Muslim.  Solusi terhadap permasalahan Palestina adalah tegaknya syariat Islam secara total dengan jalan Dakwah dan Jihad.
Namun, jurubicara pemerintahan Hamas yang berbasis di wilayah Gaza menyatakan kelompok ini sebagai "buron" dan menyalahkan mereka atas serangan bom dengan target sipil, salah satunya penyerangan pada sebuah pesta perkawinan.  Padahal hal tersebut belum terbukti kebenarannya dan tidak mungkin sebuah kelompok Islam yang berjuang untuk membela kaum muslimin melakukan pembunuhan secara sembarangan. (haninmazaya/bbs/arrahmah.com)


Source: http://arrahmah.com/index.php/news/read/5373/siapakah-jundu-ansar-allah#ixzz15yF07yyw

syahidnya syaikh al-maqdisi dan penghianatan hamas

Jum’at, 14 Agustus 2009, Masjid Ibnu Taimiyyah, Rafah, Gaza, Palestina. Ketika itu, sholat Jum’at baru saja akan dimulai. Syekh Abdul Latif Musa, alias Syekh Abu Al Nur Al Maqdisi berdiri di atas mimbar. Beliau mengenakan jubah putih, berlapis gamis coklat keemasan, dengan janggut tebal, menambah kharisma ulama paruh baya tersebut. Sejenak Ia pun membacakan secarik kertas yang berada di tangannya.
 “Kami deklarasikan lahirnya Emirat (Negara) Islam Palestina” ujarnya di hadapan jama’ah sholat Jum’at yang segera menyambutnya dengan pekikan takbir membahana. Sementara itu, empat orang berpakaian hitam, mengenakan tutup kepala, dan satu orang mengenakan rompi yang sudah dipasangi dengan bom, bersenjata lengkap berjaga-jaga. Mereka adalah pasukan Jundu Ansharullah, sekaligus pengawal Syekh Abdul Latif Musa. Beliau melanjutkan pidatonya dan bertanya kepada para jama’ah. “Pada siapa anda takut?" Amerika? Inggris? Perancis? Uni Eropa? Anda sebaiknya takut hanya kepada Allah," ujarnya lagi berapi-api.




Mujahidin Jundu Ansharullah Sedang Mengawal Syaikh Abu Noor Al Maqdisi (rahimahullah)

Selepas sholat Jum’at, Syekh dan para pengawalnya meluapkan kegembiraan dan rasa syukur atas deklarasi Imarah Islam Palestina dengan berkeliling di sekitar Masjid. Sebagian jamaah dan warga sekitar berpartisipasi dengan mengacungkan dan mengepalkan tangan seraya bertakbir. Beberapa bocah bahkan antusias ikut berparade, berdampingan dengan beberapa pejuang Jundu Ansharullah yang bersenjata lengkap, sebagian dari mereka mengenakan penutup kepala bertuliskan kalimat syahadat. Sebuah pemandangan yang mengharukan.

Tiba-tiba terdengar letusan tembakan susul menyusul. Polisi Hamas, menyerang Masjid Ibnu Taimiyyah tersebut karena menganggap deklarasi Imarah Islam Palestina yang dilakukan Syekh Abdul Latif Musa bersama Jundu Ansharullah adalah sesuatu yang dilarang. Pertempuran sengitpun tidak terhindari hingga malam hari. Pasukan Jundu Ansharullah balas menyerang Hamas. Mereka sudah bersumpah akan balas menyerang Hamas jika mereka diserang. Syekh Abdul Latif Musa bahkan baru saja mengatakan sebelumnya :

"Siapapun yang menumpahkan darah kami, darahnya akan kami tumpahkan juga.!. Jika mereka (Hamas) mendekati masjid mereka akan tahu bahwa hari-hari mereka akan menjadi semakin pendek."

Pertempuran pun pecah dan berlangsung selama kurang lebih 7 jam. Syekh Abdul Latif Musa alias Syekh Abu Al Nur Al Maqdisi syahid Insya Allah. Sementara itu, 24 orang lainnya termasuk 6 polisi Hamas tewas, dan lebih dari 150 orang mengalami luka-luka. Dunia pun gempar. Kaum Muslimin berduka. Pertempuran ini menyisakan sekian tanda tanya akan nasib perjuangan jihad kaum Muslimin di Palestina. Apakah ini menandakan babak baru jihad Palestina ?

 Jundu Ansharullah & Syekh Abu Al Nur Al Maqdisi

Syekh Abu Al Nur Al Maqdisi adalah Syekh Abdul Latif Musa, pimpinan Jundu Ansharullah atau Tentara Penolong Allah, jama’ah jihad yang baru saja berdiri dan berafiliasi ke Al Qaeda. Syekh Abdul Latif Musa adalah seorang dokter sekaligus ulama yang tinggal di jalur Gaza Selatan, kota Rafah. Dari tempat tinggalnya inilah, Syekh Abdul Latif Musa, atau Syekh Abu Al Nur Al Maqdisi mendeklarasikan Imarah Islam Palestina, sebuah negara berdaulat dengan penerapan syariat Islam secara kafah. 

Jundu Asharullah didirikan pada bulan November 2008, di wilayah selatan Gaza, dengan tujuan “Berjuang Dalam Jihad Dengan Aturan Allah”. Jama’ah jihad ini juga menyerukan untuk kembali mengikuti pemahaman para Salafus Sholeh dalam seluruh hal, termasuk berpolitik.
Logo Jundhu Ansharullah
Logo Mujahidin Jundu Ansharullah

Lambang atau logo Jundu Ansharullah adalah sebuah AK 47 yang ujungnya berkibar bendera Islam dengan kalimat syahadat. Di bagian bawah terdapat dua bilah pedang yang mengapit sebuah lingkaran bertuliskan Allah, Rosul, Muhammad dengan latar belakang peta dunia berwarna hijau. Lingkaran bertuliskan Allah, Rosul, Muhammad ini mirip dengan bendera Daulah (Negara) Islam Irak. Di bawah pedang terdapat khat Arab bertuliskan Jundu Ansharullah,Jundu Ansharullah menyatakan dalam situsnya bahwa mereka akan berjuang hingga bendera persatuan tegak, bendera Islam tentunya, dan agar ajaran Nabi Muhammad SAW mencapai kemenangan. Jundu Ansharullah berkeyakinan hanya syariat Islam satu-satunya sumber perundang-undangan hingga siapa pun yang keluar dari syariat Islam adalah murtad!

Jundu Ansharullah juga memiliki keinginan mulia, yakni ingin menyatukan seluruh mujahidin yang ada di Palestina, termasuk Hamas dan Jihad Islam serta para tahanan dari Muslim liberal yang ada di penjara-penjara Israel.

Mereka pada awalnya hanya beroperasi di Rafah dan Khan Younis. Seiring waktu, gerakan mereka cepat berkembang dan menyebar di seluruh wilayah Gaza. Hingga saat ini, Jundu Ansharullah telah memiliki sekitar 500 mujahidin, termasuk beberapa mujahidin asing yang ikut bergabung.

Pada tanggal 8 Juni lalu, mujahidin Jundu Ansharullah menjadi perhatian publik atas serangan spektakuler mereka terhadap Israel di persimpangan perbatasan perlintasan Karni. Dalam aksi tersebut, tiga mujahidin Jundu Ansharullah tertembak syahid oleh pasukan Israel.

Keinginan Jundu Ansharullah untuk mendirikan Imarah Islam Palestina di jantung kota Baitul Maqdis (Yerusalem) sebenarnya sudah dirilis di situs dan forum Jihadis. Di situs itu pula diumumkan bahwa Syekh Abdul Latif Musa sebagai pemimpin Jundu Ansharullah. Beliau mengatakan :

"Para tentara Tauhid tidak akan istirahat..sampai semua tanah kaum muslimin terbebaskan dan sampai Masjid Al-Aqsha bersih dari penodaan yang dilakukan orang Yahudi terkutuk."


Syekh Abdul Latif Musa, adalah imam di Masjid Ibnu Taimiyyah, Rafah, dimana Imarah Islam Palestina dideklarasikan. Beliau juga menjadikan Masjid tersebut sebagai basis pertahanan Jundu Asharullah dan berjanji akan melawan Hamas jika mereka mendekati masjid. Syekh Abdul Latif Musa telah memberikan peringatan kepada Hamas atas keputusan mereka yang akan mengambil alih masjid. Syekh mengatakan : “Jika mereka mendekati masjid mereka akan tahu bahwa hari-hari mereka akan menjadi semakin pendek. “ Beliau mengatakan bahwa Jundu Ansharullah tidak akan memulai untuk menyerang Hamas, akan tetapi akan balas menyerang jika diserang. "Siapapun yang menumpahkan darah kami, darahnya akan kami tumpahkan juga.!"

Syekh Abdul Latif Musa juga mengatakan dan menyemangati semua orang yang memiliki senjata untuk bergabung dengan Jundu Ansharullah dan melaksanakan keputusan yang akan dikeluarkan secara rutin setiap pelaksanaan sholat Jumat. Jundu Ansharullah mengutuk demokrasi dan menganggapnya sebagai sesuatu yang dilarang dalam ajaran Islam karena mengikuti hukum manusia bukan hukum Allah.

Antara Jundu Ansharullah dan Hamas

Mengapa Hamas terusik dengan kehadiran Jundu Ansharullah ?

Pejabat Hamas menyebut Jundu Ansharullah sebagai "buron" atas serangkaian serangan bom terhadap beberapa Warnet di Gaza yang dianggap sebagai sarang amoral, dan sebuah penyerangan pada sebuah pesta pernikahan yang dihadiri oleh pihak keluarga dari pimpinan Fatah tepi Barat, Muhammad Dahlan.

Lima puluh orang terluka dalam serangan tersebut, namun Jundu Ansharullah menolak bertanggung jawab atas serangan itu. Pihak Fatah menuduh dan menyalahkan Hamas sebagai dalang serangan tersebut. Sebuah kejadian yang masih diselimuti misteri dan belum bisa dipastikan pihak mana yang benar.

Hamas menamakan mujahidin Jundu Ansharullah dengan kelompok Takfir (kelompok yang mengkafirkan orang lain) dan juga kelompok perusuh. Hal ini sebagaimana peryataan Departemen Kesehatan Palestina kepada koresponden InfoPalestina bahwa “Hasil korban kontak senjata antara polisi Jalur Gaza dengan kelompok Takfir, mencapai 14 korban meninggal.

Dalam versi Hamas, Jundu Ansharullah yang memulai tembakan sehingga menghasilkan baku tembak yang juga melukai 120 orang lainnya dan menewaskan seorang komandan Brigade Izuddin Al Qossam, Muhammad Shamali, 30 tahun.

InfoPalestina sebagai situs pro Hamas menyatakan bahwa kelompok perusuh (Jundu Ansharullah) yang memulai melepaskan tembakan dan menolak menyerahkan diri saat aparat keamanan memintanya untuk menghindari jatuhnya korban. Setelah itu kelompok perusuh juga dianggap melepaskan tembakan ke arah warga sipil yang menyebabkan salah satu aparat keamanan meninggal dunia.

Situs itu juga memberitakan bahwa Syekh Abdul Latif Musa, Imam Masjid sekaligus pimpinan Jundu Ansharullah mengumumkan berdirinya entitas ilegal dalam khutbahnya yang mengkafirkan Hamas dan menuduhnya sudah murtad. Jundu Ansharullah juga dikatakan menembaki pejalan kaki yang melintas di masjid sehingga beberapa orang terluka. Kemudian aparat keamanan Hamas terus mengepung masjid dan meminta Jundu Ansharullah untuk menyerahkan diri dan mematuhi hukum tanpa perlawanan. Namun permintaan itu disambut dengan tembakan membabi buta sehingga jumlah korban bertambah.

InfoPalestina kembali mengabarkan bahwa orang-orang bersenjata ini (Jundu Ansharullah) meminta salah satu komandan Al-Qassam di Rafah, Muhammad Shamali untuk menjadi penengah. Namun setelah melihat sang komandan datang, kelompok bersenjata ini melepaskan pelontar roket jenis RPG sehingga ia gugur syahid.

Dikabarkan akhirnya Hamas berhasil menguasai lokasi kejadian dan aparat keamanan Hamas mengejar kelompok perusuh dan menguasai tempat-tempat yang dijadikan pertahanan mereka. Lokasi kejadian sudah steril dan beberapa lainnya sudah ditangkap.

Ehab Ghasen, juru bicara Departemen Dalam Negeri (Depdagri) Palestina menegaskan bahwa peristiwa kontak senjata ini berakhir dengan dikuasainya wilayah yang menjadi perlindungan kelompok Takfir (Jundu Ansharullah). Ia juga mengatakan bahwa lima anggota polisi meninggal dunia saat menjalankan tugasnya.

Gencar dan kerasnya perlakuan Hamas kepada Jundu Ansharullah disebabkan Hamas menolak deklarasi berdirinya Imarah Islam Palestina oleh Syekh Abdul Latif Musa, pimpinan Jundu Ansharullah. Hamas tidak mengizinkan siapa pun di Jalur Gaza menerapkan hukum dengan tangannya sendiri, karena menurut Hamas penegakan hukum adalah wewenang aparat keamanan.

Mendagri Palestina, Fatih Hammad, yang merupakan salah satu menteri Hamas, mengatakan bahwa pihaknya tidak akan membiarkan kelompok manapun "menyabotase" hukum secara paksa.

Juru bicara Hamas, Dr. Sami Abu Zuhri, dalam keterangan khusus kepada InfoPalestina (14/8) bahkan mengatakan bahwa deklarasi yang dilakukan oleh Syekh Abdul Latif Musa merupakan kesalahan berfikir yang tidak ada hubungannya dengan pihak luar. Ia juga menekankan bahwa tidak diperkenankan kepada siapapun untuk menerapkan hukum dengan caranya sendiri. Sebab masalah ini tanggung jawab pihak keamanan. Sebelumnya, pihak Depdagri menegaskan bahwa siapa saja yang melanggar hukum dan membawa senjata untuk melakukan kerusuhan, maka akan ditindak dan ditahan.

Peryataan resmi pemerintah Palestina disampaikan oleh Ismail Haniya yang mengatakan, kami tidak akan mengizinkan pengacau keamanan kembali beraksi di Gaza. Ia mengisyaratkan adanya sekelompok orang yang menyempal dari barisan Palestina dan mengancam nyawa orang tak berdosa, disamping membuat hukum sendiri.

Sementara itu, juru bicara pemerintah Palestina, Thahir Nunu dalam konfrensi persnya Jum’at (14/8) mengatakan, semua pihak harus tunduk pada peraturan yang berlaku. Tidak boleh ada orang yang berada di atas peraturan. Nunu menjelaskan, akhir-akhir ini ada sekelompok orang yang menamakan dirinya Salafi Jihadiyah yang dipimpin oleh seorang yang bernama, Abdullatif Musa. Ia melakukan berbagai kejahatan terhadap rakyat Palestina. Seperti meledakkan acara pernikahan, merampas hak milik warga dan mengancam keselamatan mereka. Mereka juga berupaya membuat undang-undang sendiri.
 
Nunu mengungkapkan, kelompok ini telah membuat kekacauan dan telah keluar dari koridor nasional dan Islam. Kelompok inipun telah keluar dari perlawanan terhadap penjajah Israel, saat terjadinya perang dengan Zionis. Ia menegaskan, “Kami tidak pernah menolong orang kafir untuk memerangi kafir lainya”, sebagaimana mereka tuduhkan.

Benarkah semua informasi tersebut ? Sekarang, saatnya kita membandingkan perjuangan Jundu Ansharullah dengan Hamas tanpa meninggalkan prinsip tabayyun dan tetap mengedepankan kepentingan Izzul Islam wal Muslimin. 

Hamas, Takfir dan Demokrasi

Jundu Ansharullah mengecam Hamas karena dianggap gagal dalam menerapkan syariat Islam secara kafah di Gaza. Karena itulah mereka kemudian mendeklarasikan Imarah Islam Palestina, dengan harapan syariat Islam secara kafah dapat direalisasikan. Mereka juga tidak setuju dengan gerak dan sikap Hamas yang semakin jauh terperosok dalam kubangan demokrasi.

Al Qaeda melalui Syekh Aiman Az Zawahiri sudah berulangkali menasehati Hamas, bahkan sampai mengeluarkan sebuah statemen yang cukup keras kepada Hamas agar  tidak mengambil jalan damai, jalan parlemen, jalan demokrasi, dan hanya menggunakan jalan suci jihad fie sabilillah untuk membebaskan tanah Palestina.


Brigade Izzuddien Al Qassam, Sayap Militer Hamas

Syekh Abu Umar Al Baghdady, Amirul Mu’minin Daulah Islam Iraq, pernah berpesan kepada Brigade Izuddin Al Qassam, sayap jihad Hamas, agar memisahkan diri dari Hamas. Beliau mengatakan :

“Anggota Brigade al-Qassam yang ikhlas harus mengumumkan pemisahan mereka dari gerakan Hamas, dan mengumumkan keterpisahan mereka dari kepemiminan politiknya yang telah rusak dan menyimpang.”

Beliau melanjutkan :

“Kami tahu bahwa banyak pemuda-pemuda di dalam tubuh al-Qassam, dan juga beberapa tokoh dan pemimpinnya, mereka merasa sesak melihat penyimpangan yang dilakukan oleh para pemimpin politik mereka. Andaikata tidak kami temukan penyimpangan yang sangat jauh dari syari’ah rabbul ‘alamin (aturan Tuhan pencipta alam) niscaya kami tidak menyerukan kepada para pemuda al-Qassam yang ikhlas untuk membangkang terhadap pemimpin politik mereka.”

Dosa-dosa Hamas, terutama sebagaimana ditunjukkan oleh para pemimpin tertinggi mereka, sudah sangat banyak dan sangat prinsip. Hamas di bawah kendali Ismail Haniya dikenal sangat ‘lunak’ dan rela bernegoisasi dengan pihak mana pun, termasuk kaum kafir. Hamas, juga pernah bernegoisasi dengan pihak syiah Iran, dan memuji Ayatullah Khoimeni dan Ali Khomeini. (lihat lengkap di http://www.youtube.com/watch?v=a33itaDX18k )

Bahkan, sehari setelah Hamas menggagalkan pendirian Imarah Islam Palestina, Khalid Misy'al, petinggi Hamas lainnya, berencana untuk berdialog musuh utama Islam, yakni dengan presiden Amerika terpilih, Barack Obama, sebagaimana dilaporkan harian Qatar, Al Watan. Misy'al menilai bahwa kebijakan Obama lebih baik daripada mantan presiden sebelumnya, George W. Bush, dan dia pun menolak bahwa Hamas akan menegakkan aturan Islam yang sangat ketat di Jalur Gaza, dengan dalih bahwa agama tidak bisa ditegakkan dengan kekerasan dan paksaan.

Khalid Misy'al Bermesraan dengan Ayatullah Ali Khomeini, Pimpinan Syi'ah Iran, Na'udzubillah
Jejak keterpurukan Hamas dalam lumpur demokrasi dan pemilu sudah berlangsung lama. Hamas mulai terjebak untuk ikut sistem pemilu demokrasi kufur, pada pemilihan parlemen pada tahun 2006. Hamas, terutama sayap politiknya semakin terpedaya dan terpukau dengan kemenangan yang mereka peroleh setelah endapatkan 76 dari 132 kursi yang diperebutkan.

Pimpinan Hamas, Khalid Misy'al, dalam sebuah wawancara dengan Koran Rusia, Nezavisimaya Gazeta, pada tanggal 13 Februari 2006 menyatakan kemungkinan Hamas untuk hidup berdampingan dengan Israel dengan beberapa syarat. Syarat itu antara lain pengakuan batas wilayah 1949, penarikan Israel dari semua wilayah Palestina yang diduduki termasuk Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Selain itu Israel juga harus mengakui hak-hak warga Palestina, termasuk hak untuk kembali ke tanah airnya.

Sepak terjang Hamas yang berkubang dalam sistem kafir demokrasi inilah yang menjadi penyebab Hamas di cap kafir. Keharaman demokrasi merupakan hal yang umum dan maklum dalam masalah dien (agama Islam) yang dalil-dalilnya sudah dijelaskan oleh para ulama. Hal ini pulalah yang disampaikan oleh Jundu Ansharullah, melalui pemimpinnya, Syekh Abdul Latif Musa. Namun peryataan dan peringatan keras kepada Hamas itu ditanggapi lain, bahkan Hamas balas mencap Jundu Ansharullah sebagai kelompok Takfir, yakni kelompok yang mudah mengkafirkan orang lain.

Tentu saja, ummat bisa melihat dan memperhatikan secara seksama permasalahan ini secara adil, dan menilai pihak manakah yang lebih dekat kepada kebenaran. Tuduhan takfir yang diucapkan Hamas dan Haniya tentu saja tidak berdalil.  Jundu Ansharullah secara pasti diketahui berisi orang-orang yang sangat membenci demokrasi dan sangat wajar jika seorang yang beriman menentang demokrasi karena demokrasi merupakan hukum kufur. Jadi, Hamas yang seharusnya intropeksi diri serta mau menerima kritikan yang bermaksud untuk menyelamatkan mereka sendiri di hadapan Allah SWT kelak. Mengapa Hamas tetap memilih jalan demokrasi dan rela berunding dengan musuh-musuh mereka, lalu lebih memilih untuk memerangi saudara muslim, sesama mujahidin ?


Syaikhul Mujahid, Abu Muhammad Al Maqdisi (hafizhahullah)

Syekh Abu Muhammad Al Maqdisi, ulama mujahid dan pembela tauhid abad ini merasa shok, sedih, dan terkejut dengan berita syahidnya Syekh Abdul Latif Musa atau Syekh Abu Al Nur Al Maqdisi, pimpinan Jundu Ansharullah. Beliau bahkan langsung mengeluarkan sebuah artikel khusus untuk menjelaskan peristiwa tersebut dengan judul “Mengapa Anda Membunuh Seorang Laki-laki Hanya Karena Ia Mengatakan Bahwa Tuhan Saya Adalah Allah ?”

Artikel yang disebarluaskan dalam bahasa Arab dan Inggris melalui forum jihad Ansar tersebut menunjukkan betapa herannya Syekh Abu Muhammad Al Maqdisi atas sikap dan tindakan Hamas yang rela membunuh saudara Muslimnya, bahkan seorang ulama dan para mujahid yang berada di dalam masjid, hanya karena mereka menjelaskan dan mendeklarasikan hal-hal yang telah ditetapkan syariat! Dan atas semua itu, Hamas hanya mengklaim bahwa tindakannya adalah benar karena mereka pemilik otoritas, administrasi, dan kepemimpinan diktator di Jalur Gaza. Di akhir tulisannya, Syekh Abu Muhammad Al Maqdisi mendoakan agar Syekh Abdul Latif Musa syahid, begitu juga dengan mujahidin yang terbunuh pada peristiwa Jum’at 14 Agustus 2009 lalu.

Jihad Membebaskan Tanah Suci Palestina

Lalu bagaimana perkembangan jihad selanjutnya di bumi Palestina ?

Pihak Jundu Ansharullah, melalui sebuah pesan yang diposting di situs jihad Al Qaeda berjanji akan membalas kematian 24 orang anggota mereka, termasuk pimpinan Jundu Asharullah, Syekh Abdul Latif Musa yang tertembak pada bentrokan bersenjata dengan Hamas. “Perang tetap pada jalannya”, demikian ungkap mereka.

Bertajuk  "Pedang Keadilan Islam", Jundu Ansharullah bersumpah akan membalas kematian anggota dan pimpinan mereka. "Kami katakan kepada masyarakat yang menjadi saksi mata kejahatan ini bahwa hal ini belum berakhir, dan perang tetap pada jalannya," kata isi pesan tersebut. Mereka juga memberi peringatan kepada penduduk di jalur Gaza untuk menjauhi kantor-kantor pemerintahan Hamas dan kantor pasukan keamanan Hamas.

"Kami serukan kepada masyarakat untuk menjauhi masjid-masjid yang dihadiri oleh para pemimpin "Kafir" Ismail Haniyah dan para menteri serta anggota legislatifnya, yang membuat undang-undang yang bertentangan dengan aturan Allah," kata pesan itu selanjutnya.

Sementara itu, pihak Hamas sendiri tidak menyesal dan tidak ada keinginan untuk dialog dengan Jundu Ansharullah yang dianggapnya sebagai pihak pengacau. Dalam sebuah peryataan resminya yang dikutip oleh InfoPalestina (16/8) Hamas mengatakan ; “Kami sangat mendukung langkah-langkah pasukan keamanan Palestina yang mencegah penyebaran kesesatan di masyarakat muslim yang agung ini. Hamas menyerukan tindakan tegas pada mereka yang mengganggu keamanan, stabilitas dan kedamaian masyarakat." Tidak membiarkan adanya senjata kecuali senjata perlawanan untuk melawan penjajah dan membela tanah air dan aqidah.

Nampaknya energi perjuangan jihad di Palestina saat ini masih akan berkecamuk diantara Jundu Ansharullah dengan Hamas, sebelum akhirnya berpusat dan diarahkan ke musuh utama kaum Muslimin, yakni yahudi Israel, laknatullah!

Seluruh kaum Muslimin lebih menginginkan bersatunya seluruh mujahidin di Palestina untuk kemudian berjihad bersama menggempur habis-habisan Israel. Mereka yakin, hanya dengan jihadlah bumi Palestina yang suci akan kembali ke pangkuan kaum Muslimin, bukan dengan cara yang lain.

Amirul Mukminin Daulah Islam Iraq, Syekh Abu Umar Al Baghdady pernah mengatakan:

  “Adapun tentang peranan Negara Islam di bumi dua sungai untuk membebaskan Palestina, maka kami berharap kepada Allah, dan juga memohon kepadaNya agar bisa seperti negara yang dipimpin oleh Nuruddin asy-Syahid. Negara itu merupakan batu loncatan untuk mengembalikan al-Aqsha kepada pangkuan ummat Islam. Kemudian muridnya, Shalahuddin sang Penakluk berhasil memasuki Palestina di dalam perang Hitthin, sebagaimana al-Faruq Umar bin Khaththab berhasil melakukan hal itu. Maka sesungguhnya kami pun berdo’a kepada Allah, dan bercita-cita untuk menjadikan Negara Islam Iraq sebagai batu loncatan untuk mengembalikan Palestina ke pangkuan ummat Islam.”

Amirul Mukminin Imarah Islam Afghanistan, Mullah Muhammad Umar, juga berpesan :

 “Kami harap umat Islam bisa mengesampingkan semua halangan yang ada selama ini. Kita semua wajib berjihad dan membantu saudara kita di Palestina, Iraq dan Afghanistan.”

Singa Islam, pimpinan Al Qaeda, Syekh Usamah bin Ladin juga mengeluarkan pesan jihad yang paling ditunggu dalam audio berdurasi 22 menit yang dirilis oleh sayap media Al Qaeda, As Sahab Media. Dalam pesan tersebut Syekh Usamah menyampaikan pesan jihad kepada seluruh kaum Muslimin untuk menghentikan agresi Israel ke Gaza.

“Maka yang wajib adalah tahridh (menyemangati)  terhadap jihad yang hukumnya sudah fardhu ain, mendaftar para pemuda untuk bergabung dalam pasukan-pasukan jihad fi sabilillah, melawan aliansi zionis salibis dan antek-anteknya di Kawasan. Bukan menyalurkan energi para pemuda dengan turun ke jalan-jalan untuk melakukan demonstrasi-demonstrasi tanpa senjata."

Syekh Usamah dalam risalahnya tersebut mengomentari pelbagai cara dan tuntutan yang dilakukan oleh sebagian besar kaum Muslimin dan sebagiannya adalah menyimpang, lalu memberikan solusi yang benar sesuai syari’at Islam.

“Meskipun terdapat banyak jalan menyimpang, namun di sana ada satu jalan lurus untuk merebut kembali Al-Aqsha dan Palestina, yaitu jihad fi sabilillah, seperti yang telah kami singgung tadi.”

Beliau juga menyinggung mereka yang mencukupkan diri dengan hanya membebankan tanggung jawab masalah Palestina hanya kepada penguasa dan ulama.

“Mencukupkan diri membebankan tanggung jawab kepada penguasa dan ulama, setelah itu berpangku tangan dari jihad, tidaklah membebaskan kalian dari tanggung jawab. Tidak lain itu juga merupakan jalan untuk melarikan diri. Perintah Allah di dalam Al-Quranul Karim untuk berjihad di jalan-Nya sudah jelas, baik berjihad dengan jiwa maupun harta, hingga kebutuhan (jihad) tercukupi.”

Terakhir beliau berpesan kepada kaum Muslimin Palestina.

“Saudara-saudaraku di Palestina…Berkali-kali kalian menanggung kesusahan seperti yang dialami bapak-bapak kalian selama sembilan dekade ini, dan sesungguhnya kaum Muslimin bersimpati terhadap kalian karena apa yang mereka saksikan dan mereka dengar. Sedangkan kami, mujahidin, juga bersimpati kepada kalian. Dan simpati kami lebih besar, karena mujahidin juga mengalami kehidupan sama dengan yang kalian alami. Yang mereka rasakan lebih susah dari apa yang kalian rasakan. Mereka dibombardir sebagaimana kalian dibombardir, dengan pesawat-pesawat yang sama. Mereka kehilangan orang-orang tercintanya sebagaimana kalian kehilangan. Maka segala puji bagi Allah, kita adalah milik Allah dan kepada-Nya saja kita akan kembali.”

Akhirnya, kembali Hamas harus dinasehati secara keras. Ini adalah waktu dan saat-saat untuk memilih bagi Hamas, apakah akan berpihak kepada tauhid yang murni, atau kepada demokrasi yang palsu. Hamas harus tegas dan jelas dalam memilih, apakah ingin berdiri di bawah bendera tauhid atau berdiri di bawah bendera demokrasi, sehingga rela menumpahkan darah saudara Muslimnya, dengan alasan nasionalis sempit produk demokrasi. Hamas harus kembali ke khittah perjuangannya dahulu, jihad fie sabilillah mengusir seluruh orang-orang yahudi Israel dari bumi suci Palestina.

Wallahu’alam bis showab!
By: M. Fachry
Arrahmah.Com International Jihad Analys

Ar Rahmah Media Network
http://www.arrahmah.com
The State of Islamic Media
© 2009 Ar Rahmah Media Network

Raih amal shalih, sebarkan informasi ini...

Sarankan pengunjung lain untuk membaca tulisan ini juga.

Tulisan Lainnya Tentang
Syahidnya Syaikh Maqdisi dan Pengkhianatan Hamas
URL Lacakbalik 


Source: http://arrahmah.com/index.php/blog/read/5407/syahidnya-syekh-maqdisi-dan-pengkhianatan-hamas#ixzz15y36NB6x

Jumat, 19 November 2010

syakh al-maqddisi ditangkap karna buku terbarunya

advertisement
AMMAN (Arrahmah.com) - Pada Jumat malam (18/9/2010), intelijen Yordania menangkap pemimpin spiritual jihadi internasional, Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi atau yang juga dikenal dengan Assem El Barkaoui.
Menurut laporan yang dikeluarkan oleh harian Ennahar pada Senin (20/9) pagi, harian tersebut mengatakan "Jasa keamanan telah menangkap Syaikh pada Jumat larut malam, tetapi dia tidak kembali dan beberapa pengamat menghubungkan penangkapan ini dengan perilisan buku terbarunya 'Millat Ibrahim' yang telah meningkatkan kemarahan Saudi".

Dalam bukunya Syaikh Al-Maqdisi mengatakan, "Aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah selain Allah, hukum korup kalian, ideologi, konstitusi dan prinsip-prinsip pemerintah busuk kalian, slogan dan media".

Selain itu, laporan yang mengutip "sumber terpercaya" melaporkan bahwa jasa keamanan Yordania menemukan bukti kelanjutan hubungan Syaikh Al-Maqdisi dengan "anggota teroris".

"Dia terlihat dalam beberapa hari dengan kelompok pendukung Al-Qaeda Islamic Maghreb (AQIM), yang telah menghubungi dia untuk mengeluarkan fatwa terbaru mengenai kegiatan bersenjata di Aljazair, dimana pada waktu yang sama ulama 'Salafi' mengeluarkan fatwa bahwa kegiatan semacam itu haram dilakukan di negara seperti Aljazair, fatwa ini dikeluarkan oleh Syaikh Ferkous," klaim pejabat Aljazair.

Informasi penangkapan Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi telah dilaporkan oleh agen berita Amerika, Associated Press dari Amman 13 jam sebelum website Aljazair, dengan referensi dari dua kerabat yang memberikan informasi dan meminta untuk tidak disebutkan namanya karena takut pembalasan oleh rezim Yordania.

Setelah AP mengeluarkan berita penangkapan Syaikh Al-Maqdisi, otoritas Yordania menolak memberikan komentar terkait hal tersebut. (haninmazaya/arrahmah.com)
Raih amal shalih, sebarkan informasi ini...


Sarankan pengunjung lain untuk membaca tulisan ini juga.

Syaikh Al-Maqdisi Ditangkap Karena Buku Terbarunya?


Source: http://arrahmah.com/index.php/news/read/9199/syaikh-al-maqdisi-ditangkap-karena-buku-terbarunya#ixzz15mWdYTSW