Kamis, 30 Desember 2010

kita butuh bukti bukan cuma slogan yang diperbarui

Sesungguhnya, bagi semua gerakan da'wah, persoalan-persoalan fundamental sudah bisa dianggap selesai --bahkan sejak sekitar 30 tahun yang lalu. Aqidah telah mengeras jadi ideologi. Fikrah telah menguat jadi metode pengambilan keputusan. Manhaj telah mengkristal jadi pola gerakan. Akhlaq dan adab telah mempesona semakin banyak orang. Semua itu tinggal bersandar pada mesin istiqamah agar berkembang biak terus menjadi jawaban awal bagi semakin banyak orang di muka bumi.

Persoalan jama'ah da'wah masa kini bukan lagi bagaimana mencari bentuk dan mempercantik idealisme atau slogan "Islam solusi semua persoalan". Persoalan utamanya kini bagaimana membuktikan kepada dunia, bahwa jama'ah da'wah memiliki kompetensi di semua bidang kehidupan untuk memenuhi janji tersebut. Hanya itu yang bisa membuat semakin banyak orang percaya bahwa "Islam memang solusi semua persoalan".

Orang sedang menunggu bukti, bukan slogan yang diperbarui. Sayangnya, kita lebih banyak menunjukkan kegagalan membuktikan janji itu daripada sebaliknya. Di bidang ekonomi, pendidikan, keuangan, hukum, politik, pemikiran, kesenian, kita masih belum jadi solusi bagi persoalan-persoalan yang muncul. Kebanyakan orang belum percaya pada kita.

Akibatnya, kita lebih banyak learning by accident, selalu menunggu terjadinya kecelakaan baru mengambil pelajaran, dibikin kaget-kaget akibat inisiatif orang, reaktif, tak punya agenda-agenda besar. Inkompetensi alias rendahnya kemampuan di berbagai bidang, telah menjadi persoalan internal kita yang utama.

-------------
Menang karena Unggul, Bukan karena Slogan
-------------
"Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk
dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci."
(Ash-Shaaf: 9)

Allah mengutus para nabi dan rasul-Nya ke dunia dengan tugas risalah yang amat jelas. Salah satunya adalah memenangkan Islam atas agama-agama dan sistem hidup lainnya. Al-Qur’an menggunakan istilah "liyuzh-hirahu" dari kata zhahara-yuzh-hiru, yang makna asalnya adalah menampakkan, menzhahirkan atau melahirkan. Istilah ini sangat pas untuk menepis kesan negatif yang beredar di masyarakat bahwa pemenangan itu berarti mengalahkan, menggusur, meniadakan, menghancurkan, atau kesan negatif lainnya.

Ibarat lampu penerang, bisa jadi agama atau sistem hidup lainnya itu adalah lampu dengan kekuatan 75 watt. Untuk mengalahkannya tidak harus mematikan atau menutupi lampunya, akan tetapi cukup dengan mendatangkan lampu yang mempunyai daya yang lebih besar, 300 watt atau 500 watt, maka dengan sendirinya lampu 75 watt itu menjadi tidak berarti. Demikianlah perumpamaan "liyuzh-hirahu ‘aladdiini kullih".

Dengan makna seperti itu maka sebenarnya tidak ada orang atau pihak-pihak lain yang dirugikan. Kemenangan seperti itu adalah kemenangan sejati, sebuah kemenangan yang tidak saja bisa dinikmati secara ekslusif oleh pemiliknya, tapi juga secara inklusif oleh semua orang. Itulah makna lain dari rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam) dan kaffatan linnaas (melingkupi seluruh manusia). Itulah misi Islam yang sebenarnya.
-------------
Pemahaman seperti itu akan semakin jelas manakala dihubungkan dengan ayat berikut ini:
-------------
"Dan katakanlah: ‘Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap’. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (Al-Israa: 81)

Ketika dunia dikuasai oleh kegelapan (agama atau sistem hidup lainnya), maka bukanlah berteriak-teriak mengusir kegelapan itu yang dibutuhkan dunia. Dunia lebih membutuhkan adanya orang-orang yang menyalakan lampu Islam, maka secara otomatis lampu agama dan sistem hidup lainnya akan menjadi redup.

Sebodoh-bodoh orang pasti akan mampu membedakan mana yang terang dan mana yang redup. Mereka pasti dapat membedakan antara cahaya dan kegelapan.

"Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat? Atau samakah gelap gulita dan terang benderang?" (Ar-Ra’d: 16)
-------------
Islam adalah cahaya, nur, atau lampu penerang.
-------------
"Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan." (Al-Maa-idah: 15)

Cahaya itu memiliki daya dan kekuatan yang luar biasa karena asalnya dari Dzat yang memiliki sifat An-Nuur, sebagaimana firman-Nya:

"Allah (pemberi) cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah seperti lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.
Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang
(yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak
dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh
tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya),
yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.
Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki,
dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia,
dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu".
(An-Nuur: 35)

Sayang, cahaya yang hebat seperti itu telah kita tutup rapat rapat. Ibarat matahari yang memiliki daya penerang yang luar biasa tertutupi cahayanya oleh awan. Ironisnya, awan itu bukan siapa-siapa, tapi ummat Islam sendiri. Ummat Islam yang seharusnya bisa memantulkan cahaya justru menjadi penutupnya. Akibatnya, ummat Islam sendiri kegelapan. Apalagi orang-orang di luar Islam.
-------------
Selama ini ada yang salah pada diri ummat Islam.
-------------
Kebanyakan mereka sibuk hanya meneliti lampunya, tapi lupa memanfaatkan lampu tersebut untuk menerangi jalan agar dirinya dan orang lain terbimbing di jalan yang benar. Akibat terlalu sibuk meneliti lampu itu mereka malah justru terlibat banyak dalam berselisihan. Mata mereka akhirnya juga ikut rabun. Sangat disayangkan, praktik seperti itu masih terus berlangsung hingga kini.
-------------
Sudah saatnya ummat Islam mengubah pandangannya,
-------------
dari sekadar asyik meneliti kehebatan lampu beralih pada pemanfaatan lampu. Bagaimana kita fokuskan perhatian kita untuk memanfaatkan Islam dalam menyorot berbagai persoalan hidup yang aktual. Bukankah dalam hidup yang sebentar ini kita diberi amanah menjadi khalifah, pemimpin?

Disamping sibuk hanya meneliti lampunya, rupanya ummat Islam juga terlalu sibuk memikirkan pihak-pihak lain. Mereka tampaknya kurang menyadari, sesungguhnya letak permasalahannya itu ada pada diri ummat Islam sendiri. Adalah wajar jika para musuh Islam berusaha sekuat tenaga untuk memadamkan api Islam. Akan tetapi jika kita kuat memegangnya, sesungguhnya tidak ada masalah lagi. Adalah sunnatullah jika kaum kafir selalu memusuhi ummat Islam. Biarkan mereka "menjalankan tugasnya", sedang kita menjalankan tugas kita sendiri. Dalam kaitan ini Allah memberi bimbingan kepada Nabi Muhammad, yang tentu saja juga kepada kita, kaum muslimin. Allah berfirman:
-------------
"Dan biarkanlah Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar." (Al-Muzzammil: 11)
-------------
Sudah saatnya kini ummat Islam lebih bersungguh-sungguh memperhatikan diri sendiri,
-------------
memaksimalkan kapasitas dan kompetensinya dalam membawa cahaya Islam. Program ini memang jangka panjang. Dibutuhkan keteguhan dan kesabaran. Sabar bukan berarti pasif, menunggu, atau menerima apa saja yang menimpa pada diri kaum Muslimin. Akan tetapi sabar yang dimaksudkan pada ayat ini adalah tidak tergesa-gesa, teliti dalam menyusun program, hati-hati dalam merespon perkembangan, dan tidak mudah terpancing provokasi, serta tidak terlalu cepat berharap hasil.
-------------
Janji-janji kemenangan Allah sudah pasti,
-------------
tetapi terlalu banyak diantara kita yang tidak sabar menanti. Seolah mereka memaksakan Allah untuk segera memenuhi janji-Nya, sementara mereka belum juga memenuhi kualifikasi untuk menerima kemenangan itu sendiri.
-------------
Islam "dari sononya" adalah produk yang unggul, terbaik, dan tiada yang dapat menandingi.
-------------
Rasulullah menegaskan dalam sabdanya, "Islam itu tinggi, tiada yang menandingi". Persoalannya, bagaimana cara memasarkan produk unggul tersebut, bagaimana cara meyakinkan orang, dan bagaimana membangun jaringan pemasaran yang luas sehingga setiap Muslim menjadi distributor berskala internasional, agen profesional, atau paling tidak pemasar eceran yang efektif. Itulah yang menjadi tugas para nabi dan rasul ketika mereka masih ada. Ketika mereka sudah tidak ada, maka tugas itu kemudian beralih kepada kaum Muslimin sebagai penerus risalahnya.
-------------
Tugas meyakinkan orang tentang kehebatan Islam sudah sejak lama dirintis oleh para pendahulu kita dengan membangun slogan-slogan yang hebat dan meyakinkan. Tugas itu sudah cukup dengan hasil yang luar biasa, seperti tumbuhnya keyakinan dan kepercayaan diri ummat Islam, lahirnya generasi muda militan, dan munculnya berbagai gerakan Islam yang lebih percaya diri. Akan tetapi tugas itu belum selesai.
-------------
Islam tidak cukup dibangun dan dipasarkan dengan slogan.
-------------
Adalah tugas kita saat ini untuk lebih menerjemahkan slogan-slogan itu dalam realitas hidup, dalam praktik, dan kehidupan sehari-hari.


-------------
Mari kita membumikan Al-Qur'an
website:
http://ccc.1asphost.com/assalam/
-------------